Kali ini aku mau cerita tentang
sebuah episode paling penting dari seorang laki-laki. Laki-laki kurus berpipi
chubby, kulitnya item. Namanya Gibran. Yang selalu aku panggil dengan sebutan
kasep, bageur sholeh. Itu bahasa Sunda yang artinya , ganteng, baik dan soleh.
Dengan harapan kelak dia menjadi anak yang pinter, ganteng, soleh, baik, sehat,
cerdas, punya istri cantik, rezekinya lancar, dan bermanfaat bagi sesama,
seperti aku. Eh, seperti itu.
Episode itu adalah ketika dia
disunat. Sebenarnya Gibran sudah lama sih pengen disunatnya. Karena teman-teman
sepermainnanya rata-rata sudah disunat. Tadinya mau disunat pas ulang tahun,
gak jadi mundur liburan sekolah, gak tahunya liburan sekolah pas bulan puasa.
Terus setelah lebaran, gak tahunya kakeknya sibuk, baru bisa pas libur lebaran
sudah habis.
Disunat pada hari Jum’at yang
panasnya tiga puluh sekian derajat celcius. Di sebuah tempat yang namanya Rumah
Sunat. Di sebuah kota yang namanya Tangerang. Jauh kalo diukur dari Surabaya
mah.
Tempatnya kecil, sekitar tiga
kali delapan meter gitu. Sampai di sana sekitar jam tiga, padahal kami janji
dengan dokternya jam 1 siang. Kliniknya tidak dijaga. Jadi model kliniknya
seolah-olah dibuka, padahal dikunci. Nanti pasien tinggal menelpon terus
dokternya meluncur datang. Di teras banyak sekali poster, semuanya tentang
sunat. Iya kalau banyak poster makanan pasti namanya bukan rumah sunat tapi
rumah makan. Apasih. Poster tentang sunat anak gendut, anak autis, anak
berkebutuhan khusus, sampai sunat dewasa.
Setelah menunggu sekitar lima
belas menit, dokternya datang. Namanya dokter Musa Benteng. Beneran namanya
gitu. Naik sepeda motor imut bingit. Padahal orangnya guwede, berjenggot.
Semua serba cepat. Setelah nulis nama, kami
masuk ruang operasi. Aku, istriku dan Gibran. Fatih, Azzam sama mba Eris, terus
bapakku tunggu diluar. Tadinya aku pengen merekam biar kekinian tapi ternyata
diluar dugaan, gagal. Gibran yang tadinya super ceria, berubah jadi histeris
gitu. Aku sih curiga pasti gegara beberapa kali nonton Upin-Ipin episode sunat
deh. Di adegan itu kan Upin disunat gak pake nangis. Diajak ngobrol terus
dokternya bilang : dah siaaaap. Beres, trus si Upin dikasih permen. Mungkin
dalam ekspektasi Gibran gitu. Sunat tuh segampang film Upin-ipin. Tapi pas di
suntik bius pertama kali Gibran menjerit dan mulai nangis. Untuk menghibur
dirinya sendiri, Gibran langsung minta tablet. Bukan tablet penghilang rasa
sakit ih. Tablet yang ada gamenya. Hapeku kecil seuprit, udah gitu gak ada gamenya, hape istri gak ada game
angrybirdnya, akhirnya minjem punya mbak Eris.
Sepanjang operasi, Gibran teriak-teriak
minta berhenti tapi matanya serius ke layar tablet. Sudaaah dokteeeer,
sudaaaaah!! Gitu nangisnya. Terus dari tablet keluar suara tuiiiing, kak kak
kak, tuiiiiiiing. Itu adegan enggribed merah nabrak bata, terus babinya
guling-guling. Gibran dapet poin. Tuiiiiing, kak kak kak. Dokter sudah
dokterrrr sudaah. Berhenti setelah dokter Musa menyelesaikan tugasnya. Alias
smartklamp terpasang sempurna di alat vital Gibran. Dan kulit kuncup alat vital
Gibran sudah terpotong.
Turun dari meja operasi, Gibran
langsung minta beli mainan. Enggribednya sudah mati. Tablet dikembalikan ke mba
Eris. Setelah membayar ongkos sunat dan diberi beberapa obat, kami pulang.
Menyusuri jalanan Tangerang sore yang macet.
Gibran masih menangis minta mobil
remot. Padahal aku pengennya helicopter remot. Gak tahu kenapa pada fase kek
gini anak-anak yang baru saja sunat sifat manjanya naik beberapa level. Dan
kita sebagai orang tua mengikuti selama permintaanya realistis. Memberikan
hadiah-hadiah sesuai permintaan. Bahkan dulu pas aku kecil, temen-temenku
diperbolehkan merokok orangtuanya selama menunggu masa penyembuhan setelah
sunat. Aku sih enggak. Bapakku gak merokok.
Setelah mampir di toko mainan, kami
menuju rumah. Skenarionya gini, ketika mobil memasuki halaman, seharusnya
petasan dinyalakan menandakan bahwa sang bocah sudah di sunat. Sekaligus
sebagai pemberitahuan tidak resmi kepada tetangga sekitar. Tapi kenyataanya
sampai kami turun dari mobil, gak ada yang menyalakan petasan. Akhirnya aku
sendiri yang menyalakan petasan.
Malamnya diadakan selamatan
syukuran sekaligus aqiqah Gibran. Sebab sewaktu bayi belum aqiqah. Dan besoknya
syukuran mengundang saudara, teman dan handai taulan. Banyak yang memberikan amplop
buat Gibran. Gibran jadi punya uang
banyak.
Gegara punya uang banyak, Gibran
jadi sombong dan manjanya naik beberapa level lagi. Pengennya beli mainan
melulu. Manja bukan main. Dan aku cuti beberapa hari untuk menemaninya.
Selama masa penyembuhan beberapa
kali mengajak kami ke toko mainan. Sebenarnya dia mengincar drone ukuran mini.
Harganya lumayan gila. Bisa beli beras untuk dua bulan. Akhirnya kami cuma
membeli mobil-mobilan kecil merek hotwheels.
Sekarang Gibran sudah sembuh. Dan
sunat, selain mempunyai beberapa manfaat bagi kesehatan, secara psikologis juga
pengaruhnya sangat besar. Seakan-akan Gibran lebih dewasa. Mau belajar sholat,
belajar ngaji, ngerjain pe-er sendiri, semua tanpa air mata. Ada sih
kadang-kadang, tapi porsinya dikiiiiit banget kek nasi putih di mekdi.
Salam,
Haji Tempur Supinsil (belum nanti insya Allah)