Malam semakin larut, kek gula diaduk. Di luar
masih gerimis, kodok ramai bernyanyi. Mungkin gegara malaikat penjaga hujan
sengaja membiarkan semprotan hujan terus terbuka sepanjang hari. Rasanya gw
pengen keluar menghampiri para kodok itu terus bilang gini : “aku sih yes, gak
tahu kalo mas anang”. Tapi gw urungin, karena gw bener-bener kangen suara kodok
bernyanyi.
Jam sudah menunjukan pukul sebelas lewat untuk
wilayah Tangerang dan komputer dan henpon. Istri gw sudah tidur. Di seberang
sana, di rumah tetangga, masih terdengar lagu-lagu dangdut koplo heboh. Diacara
hajatan pernikahan anaknya yang sudah waktunya menikah.
Gw tadi terjebak di sana. Di acara dangdut
koplo itu. Di acara penuh berkah yang hiburannya gw rasa jauh dari berkah.
Menyanyikan lagu oplosan dengan penampilan yang sungguh menghianati ibu bidan.
Segitiga yang melindungi perkakas paling privat dan rahasia, yang cuma boleh
dilihat suaminya dan ibu bidan itu, sengaja diperlihatkan untuk khalayak. Gak
ada stocking, gak ada legging, hanya segitiga itu. Padahal banyak mata di sana.
Ada tipe bapak-bapak labil kek gw, ada abege labil yang baru akil baligh, yang
produksi kelenjar getah testoteronnya mengalami surplus. Ada juga bapak-bapak
manula labil yang punya masalah dengan prostatnya. Gw rasa mata-mata itu
rata-rata tertuju ke sana. Ke arah segitiga itu. Kecuali mata gw. Cateut!
Gw mengetik postingan ini ditemani lagu-lagu
blues yang gw donlot dari yutub dan kopi yang tinggal setengah. Sesiangan tadi,
hujan mengguyur Tangerang dengan mesra. Berangkat kerja diwarnai insiden sepeda
motor mogok gegara melewati komplek perumahan dengan drainase yang buruk.
Eh iya gw lupa, gw pengen cerita kalo gw baru
saja menyimak pengajiannya Emha Ainun Nadjib dari yutub. Banyak seh yang beliau
sampaikan. Tapi yang pengen gw ceritakan ke kalian adalah tentang peran kita di
dunia ini. Menurutnya, banyak orang terjebak dalam kotak-kotak fakultatif. Ada
yang bangga kalo jadi penulis, jadi insinyur, jadi dokter, jadi ustadz, jadi
kyai, jadi presiden dan macem-macem. Penyanyi dangdut juga. Pemulung juga. FYI, gw ngefans sama Cak Nun ini sejak gw SMA. Gegara beliau gw punya
cita-cita pengen jadi seniman. Tapi
sejak Negara api menyerang, gw jadi seniman obong, maksud
gw hanuman.
Iya juga seh, terkadang ada yang kebanggannya
naik beberapa level di atas normal cuma karena pake seragam. Terus seragamnya
ada tulisan ‘crew’ , ‘security’ , atau ‘community’.
Gw kalo mau bangga juga bisa. Gw pernah jadi
penulis, penulis status. Pernah bikin buku berbakat best seller tapi gak gw
jual, buku tulis. Pernah jadi konsultan, ‘kongkonane wong kesulitan’, ada orang
kesulitan bawa triplek, gw bantuin. Pernah jadi pengamat, pengamat ibu-ibu
aerobik.
Gak penting kita jadi apa, kata beliau, kita
hanya perlu sungguh-sungguh menjalani apapun saja peran kita di dunia ini sehingga barokah yang kita
dapat. Pokoke ‘ojo dumeh’.
Malam sudah larut, kek gula diaduk (ups,
diatas sudah diketik) kodok masih ramai bernyanyi, mas anang sudah tidur, lagu
blues sudah habis, kopi sudah habis, dan gw cuma mau cerita itu. Waktunya tidur untuk wilayah Tangerang dan sekitarnya, salam escetepeh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar