Pada suatu hari, yaitu hari ini,
ketika anakku tidak sedang bermain game di computer, sehingga aku bisa dengan
leluasa menulis cerita ini. Akan kuceritakan padamu tentang seorang wanita.
Bentar, nyalain kipas dulu. Biar sejuk. Eh mesti ganti paragraph neh, biar enak mulainya.
Mungkin dari sekian banyak laju
gelombang yang hilir mudik dikepalaku, salah satunya adalah dia. Oh, bisa saja
bukan karena musuhmu pun bisa jadi berseliwearan di kepalamu. Kamu mau ngomong gitu
kan? Ini lain men, dia adalah salah satu dari sekian orang yang pernah datang
malam-malam lewat mimpi. Curang dia. Aku melihatnya dalam bahaya, tapi
seolah-olah dia menganggap tidak terjadi apa-apa. Di dalam mimpi aku meneriakan
namanya dengan kencang karena akunya geregetan. Terus aku bangun masih dalam
kondisi berteriak. Semacam mimpi buruk gitu deh. Istriku tidak mendengarnya.
Kalaupun dengar juga paling pura-pura tidak dengar.
Oya, aku
punya daftar orang-orang yang sayang ke dia. Kamu mau tahu? Gak usahlah.
Kamunya paling juga kaget. Aku tahunya dari mana coba. Dari sendirilah,
gini-gini aku bisa menerka orang dari sikapnya sehari-hari. Orang mungkin bisa
bilang tidak, tapi mata dan gesture tidak bisa mungkir. Secara aku kan pernah
jadi pengamat. Pengamat ibu-ibu aerobic.
Wanita itu, entahlah selalu bisa
bikin hatiku serupa eskrim keluar kulkas. Melting. Meleleh dengan slowmotion. Senyumnya
aduh, lebih baik jangan senyum deh. Abisnya manis bingit. Ketawanya, selalu
bikin aku pengen jatuh. Marahnya. Bentar, ada SMS. Eh, sampai mana tadi? Idiih,
marahnya aja manis banget, apalagi senyumnya? Pokoknya sebuah paduan yang osem.
Ia marah kalau digoda, tapi digoda setan gak marah yaitu waktu setan bilang sholatnya
nanti aja.
Aku baru menghidupkan musik.
Sedari tadi aku biarkan sepi, lampu saya matikan. Buat apa kalo ada matahari.
Mataharinya diluar tertutup mendung. Bayar listrik mahal, kata istriku. Padahal
tadi aku udah ngetik banyak, tapi aku hapus. Gak seru. Istriku tadi pergi
setelah masak sayur asem yang pedes. Ibang ikut juga. Aku tadi tidur, terus
bangun lagi. Sebab kalau tidak bangun berarti aku mati.
Aku melihatnya melalui cara
pandangku sendiri. Ia masih muda. Masih labil dalam berpikir. Bisa saja ia
melakukan tindakan-tindakan bodoh yang bisa menghancurkan hidupnya. Aku gak mau
itu. Aku ingin dia tumbuh dewasa dengan baik, menemukan kebahagiaan-kebahagiaan
yang direncanakannya. Dan tetap dijalan lurus, betapapun berat godaan. aku gak mau dia dalam bahaya.
Segitu dulu, aku tidak bisa
melanjutkan postingan ini. Terlalu banyak kata di otakku. Intinya, aku hanya
pengen menjaganya dari jauh. Melihatnya bahagia bersama orang yang dicintai dan mencintainya.
Tangerang, Minggu, 16 Nopember yang mendung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar