Selasa, September 29, 2015

Gibran Sunat

Kali ini aku mau cerita tentang sebuah episode paling penting dari seorang laki-laki. Laki-laki kurus berpipi chubby, kulitnya item. Namanya Gibran. Yang selalu aku panggil dengan sebutan kasep, bageur sholeh. Itu bahasa Sunda yang artinya , ganteng, baik dan soleh. Dengan harapan kelak dia menjadi anak yang pinter, ganteng, soleh, baik, sehat, cerdas, punya istri cantik, rezekinya lancar, dan bermanfaat bagi sesama, seperti aku. Eh, seperti itu.

Episode itu adalah ketika dia disunat. Sebenarnya Gibran sudah lama sih pengen disunatnya. Karena teman-teman sepermainnanya rata-rata sudah disunat. Tadinya mau disunat pas ulang tahun, gak jadi mundur liburan sekolah, gak tahunya liburan sekolah pas bulan puasa. Terus setelah lebaran, gak tahunya kakeknya sibuk, baru bisa pas libur lebaran sudah habis.

Disunat pada hari Jum’at yang panasnya tiga puluh sekian derajat celcius. Di sebuah tempat yang namanya Rumah Sunat. Di sebuah kota yang namanya Tangerang. Jauh kalo diukur dari Surabaya mah.

Tempatnya kecil, sekitar tiga kali delapan meter gitu. Sampai di sana sekitar jam tiga, padahal kami janji dengan dokternya jam 1 siang. Kliniknya tidak dijaga. Jadi model kliniknya seolah-olah dibuka, padahal dikunci. Nanti pasien tinggal menelpon terus dokternya meluncur datang. Di teras banyak sekali poster, semuanya tentang sunat. Iya kalau banyak poster makanan pasti namanya bukan rumah sunat tapi rumah makan. Apasih. Poster tentang sunat anak gendut, anak autis, anak berkebutuhan khusus, sampai sunat dewasa.

Setelah menunggu sekitar lima belas menit, dokternya datang. Namanya dokter Musa Benteng. Beneran namanya gitu. Naik sepeda motor imut bingit. Padahal orangnya guwede, berjenggot.
  
Semua serba cepat. Setelah nulis nama, kami masuk ruang operasi. Aku, istriku dan Gibran. Fatih, Azzam sama mba Eris, terus bapakku tunggu diluar. Tadinya aku pengen merekam biar kekinian tapi ternyata diluar dugaan, gagal. Gibran yang tadinya super ceria, berubah jadi histeris gitu. Aku sih curiga pasti gegara beberapa kali nonton Upin-Ipin episode sunat deh. Di adegan itu kan Upin disunat gak pake nangis. Diajak ngobrol terus dokternya bilang : dah siaaaap. Beres, trus si Upin dikasih permen. Mungkin dalam ekspektasi Gibran gitu. Sunat tuh segampang film Upin-ipin. Tapi pas di suntik bius pertama kali Gibran menjerit dan mulai nangis. Untuk menghibur dirinya sendiri, Gibran langsung minta tablet. Bukan tablet penghilang rasa sakit ih. Tablet yang ada gamenya. Hapeku kecil seuprit, udah gitu  gak ada gamenya, hape istri gak ada game angrybirdnya, akhirnya minjem punya mbak Eris.

Sepanjang operasi, Gibran teriak-teriak minta berhenti tapi matanya serius ke layar tablet. Sudaaah dokteeeer, sudaaaaah!! Gitu nangisnya. Terus dari tablet keluar suara tuiiiing, kak kak kak, tuiiiiiiing. Itu adegan enggribed merah nabrak bata, terus babinya guling-guling. Gibran dapet poin. Tuiiiiing, kak kak kak. Dokter sudah dokterrrr sudaah. Berhenti setelah dokter Musa menyelesaikan tugasnya. Alias smartklamp terpasang sempurna di alat vital Gibran. Dan kulit kuncup alat vital Gibran sudah terpotong.

Turun dari meja operasi, Gibran langsung minta beli mainan. Enggribednya sudah mati. Tablet dikembalikan ke mba Eris. Setelah membayar ongkos sunat dan diberi beberapa obat, kami pulang. Menyusuri jalanan Tangerang sore yang macet.

Gibran masih menangis minta mobil remot. Padahal aku pengennya helicopter remot. Gak tahu kenapa pada fase kek gini anak-anak yang baru saja sunat sifat manjanya naik beberapa level. Dan kita sebagai orang tua mengikuti selama permintaanya realistis. Memberikan hadiah-hadiah sesuai permintaan. Bahkan dulu pas aku kecil, temen-temenku diperbolehkan merokok orangtuanya selama menunggu masa penyembuhan setelah sunat. Aku sih enggak. Bapakku gak merokok.

Setelah mampir di toko mainan, kami menuju rumah. Skenarionya gini, ketika mobil memasuki halaman, seharusnya petasan dinyalakan menandakan bahwa sang bocah sudah di sunat. Sekaligus sebagai pemberitahuan tidak resmi kepada tetangga sekitar. Tapi kenyataanya sampai kami turun dari mobil, gak ada yang menyalakan petasan. Akhirnya aku sendiri yang menyalakan petasan.

Malamnya diadakan selamatan syukuran sekaligus aqiqah Gibran. Sebab sewaktu bayi belum aqiqah. Dan besoknya syukuran mengundang saudara, teman dan handai taulan. Banyak yang memberikan amplop buat  Gibran. Gibran jadi punya uang banyak.

Gegara punya uang banyak, Gibran jadi sombong dan manjanya naik beberapa level lagi. Pengennya beli mainan melulu. Manja bukan main. Dan aku cuti beberapa hari untuk menemaninya.

Selama masa penyembuhan beberapa kali mengajak kami ke toko mainan. Sebenarnya dia mengincar drone ukuran mini. Harganya lumayan gila. Bisa beli beras untuk dua bulan. Akhirnya kami cuma membeli mobil-mobilan kecil merek hotwheels.

Sekarang Gibran sudah sembuh. Dan sunat, selain mempunyai beberapa manfaat bagi kesehatan, secara psikologis juga pengaruhnya sangat besar. Seakan-akan Gibran lebih dewasa. Mau belajar sholat, belajar ngaji, ngerjain pe-er sendiri, semua tanpa air mata. Ada sih kadang-kadang, tapi porsinya dikiiiiit banget kek nasi putih di mekdi.

Salam,
Haji Tempur Supinsil (belum nanti insya Allah)

Selasa, September 08, 2015

Cinta Segi Enam



BAB I
Haji iTem
Gaes, rencananya novel ini akan ditulis sebanyak enam belas bab. Sebab kalo cuma lima bab namanya skripsi. Nanti malah revisi melulu. Dicoret-coret. Gak dibaca-baca.

Cerita ini bermula dari sebuah kalimat pada suatu hari. Pada suatu hari di sebuah desa yang sudah mulai rame dengan unsur-unsur kota, tinggallah sebuah keluarga yang asyik sekali, bahagia sekali. Keluarga Donald Trump saja kalah bahagia. Elemen sebuah keluarga terpenuhi sekali disana. Ada ayah yang tampan, ada ibu yang cantik dan ada anak-anak yang tampan dan cantik.

Ayahnya bernama Haji Tempur Supinsil. Kulitnya hitam dan ubanan. Sttt tar dulu, tadi katanya ganteng, kok jadi hitam dan ubanan? Oh, tadi cuma intro, biar kamu baca terus. Haji Tempur Supinsil dipanggil Haji Item. Itu panggilan imut kek orang Sunda. Padahal haji Item orang Jawa Barat. Perlu saya jelaskan penulisan ‘item’ yang betul menurut Pak Haji adalah ‘iTem’. Iya, iTem biar keren kek produk-produk epel, eh Apple. 

Haji iTem pengusaha  kaya raya. Bisnisnya apa saja selama itu halalan toyiban. Baginya, apapun bisa dijual. Tapi tidak semua bisa dihargai dengan uang. Itu prinsipnya. Menurut Haji iTem, jaman sekarang ini apapun bisa dijual.

Jaman Gajah Mada belum disunat, atau mungkin jaman Monas belum tinggi, angin belum bisa dijual, air tawar belum bisa dijual. Sekarang? Coba lihat dimana-mana orang bisa jual angin di tambal ban pinggir jalan, jual air tawar di bus, di kereta. Jual matahari di pantai buat orang bule, jual bintang pakai teropong di Boscha, jual es, jual jasa, jual nasihat. Kek Pak Mario Teguh. Haji iTem bisa jual itu semua. Pak Mario aja kalah. Mario Balotelli maksudnya. Kalah item.

Istrinya Haji iTem namanya Hajah Siti Lasmi. Cantik seperti bidadari lupa dandan. Kalo dandan malah jelek. Pokoknya segitu sudah pas. Gak bisa ditawar. Kek gelombang radio, naik dikit jelek, turun dikit kemresek. Profesinya guru TK. Cerewet tipikal ibu-ibu.

Haji iTem mempunyai tiga orang anak. Yang pertama namanya Langit Biru, sudah menikah, tinggal di Jepang, jarang pulang. Sebab kalo pulang nanti Jepangnya ditinggal. Pokoknya gitu, membingungkan.

Yang kedua namanya Timur Langit. Masih kelas dua SMA. Diberi nama seperti itu karena haji iTem terpesona pada raja pertama dinasti Timuryah, seorang penyebar Islam dari Asia Tengah yang bernama Timur Lenk. Timur dalam bahasa Mongol artinya Besi sedangkan Lenk artinya pincang. Karena Timur lenk pincang kakinya. Timur Lenk masih keturunan Jenghis Khan. Itu yang haji iTem baca di Wikipedia pada suatu hari. Kalau pengen tahu lebih banyak, gugling aja. Kemudian nama tersebut diadaptasi ke dalam bahasa Jawa. Timur artinya muda dan langit artinya; langit. Sebab diatas langit masih ada langit. Kalau diadaptasi kedalam bahasa Indonesia artinya dini hari, waktu paling tenang, waktu paling dekat dengan sang pencipta, waktu malaikat turun. Begitu teori haji iTem yang terhormat.

Yang ketiga namanya Sekar Langit. Masih kelas tiga SMP. Sekar Langit artinya bunga langit atau bintang. Mau diberi nama Bintang, sudah terlalu mainstream kata pak haji. Kalau ditulis inisial malah jadi BT. Gak enak dilihat. Dih emang enak gitu lihat orang bete? Kata pak haji suatu hari.

Cerita ini akan berfokus pada liku-liku hidup dan kisah cinta mereka di sekolah dan dirumah, di jalan juga, di masjid juga, di pantai juga, di indomaret juga di alfamart juga. Selamat menikmati .

***
Pagi selepas subuh, setelah ayam jago minum gegara capek teriak-teriak dari jam tiga, eh setengah tiga, dan juga ibu-ibu mulai mengerubuti tukang sayur, keluarga haji iTem sudah mulai menikmati sarapan pagi. 

Sarapan dengan menu kopi pahit dan pisang atau singkong rebus. Keluarga haji iTem adalah peminum kopi yang taat. Haji iTem lebih rajin ngopi daripada sholat Jum’at. Minum kopi bisa dua atau tiga kali sehari, sedangkan sholat jum’at cuma seminggu sekali.

Setelah mandi dan berganti pakaian dan sarapan,Timur dan Sekar berpamitan. Mereka sudah siap di sepedanya masing-masing.

“Asalamu’alaikum, berangkat dulu yah, bun” Timur dan Sekar bersalaman dengan pak haji dan bu haji.
“Hati-hati” kata haji iTem”jangan lupa baca bismillah”
“ Beres bos” kata Timur
“ Duitnya jangan lupa yah” kata Sekar” buat praktek bikin robot”
“ Nanti bunda transfer” bu haji menimpali.

Setelah mencium tangan ayah dan bundanya, mereka menelusuri jalanan kecil sebelum akhirnya ketemu jalan raya. Menuju sekolah mereka.

Tubikontinyu--- masih BAB I

Jumat, Juli 31, 2015

Pinsiltempuromentik

Gaes, bulan ini sudah masuk bulan syawal tanggal berapa ya? Tuh kan lupa, inget tanggal hijriyahnya pas kalo bulan puasa doang kek anak kecil. Sudah lupa kan, betapa gegap gempitanya kita nunggu maghrib. Sudah lupa juga rasanya terburu-buru ngejar jama’ah sholat isya, terus dilanjut taraweh. Terus sudah lupa juga rasanya bangun dini hari terus sholat subuh. Tapi ke kamu, rasanya susah deh lupa.Eaaaaaaaaa……

Dih gaes, gw mellow banget malem ini. Gak tahu kenapa, padahal kan gw sudah berumur banyak. Uban sudah rame. Dan memenuhi syarat sebagai lelaki berkantung tebal. Maksudku berkantung mata. Tapi kata dokter gigi, gak ada kata terlambat untuk gila karena cinta. Untuk sekedar galau, mellow trus sok romantis. Ngirim video klip romantis, ato cuma sekedar emotikon hati ke hape perawan-perawan tak berdosa. Najis. Gigi dokternya pasti palsu. Mmmm…Dokter giginya pasti palsu. Iya gitu.

Cinta itu kek beli magnum di Indomaret, dibungkus plastik dibawa naik motor trus dimakan dirumah. Meleleh sejadi-jadinya.
Ngomongin meleleh, rasanya belakangan ini kita hamper meleleh saking panasnya cuaca. Tanah-tanah merekah patah. Rumput-rumput kering. Panas.Susah nanem padi. Kalo seandainya kita menanam jagung, bukan tunas yang tumbuh, tapi pop corn. Tinggal digulain, matiin lampu trus filmnya diputer. Eaaaaaaa. Kita diam-diam merindukan hujan dan aromanya beserta romantikanya. Yeah mungkin kedengeranya lebay, tapi memang iya. Di dunia ini bagi saya pribadi, hujan adalah hal paling seksi yang pernah terjadi. Sedangkan hal paling bodoh, macet.

Kalo gak karena mikirin baju gak kering-kering sama banjir di beberapa tempat, dan dikutuk para alay,  gw sih kepingin hujan terus tiap hari, terutama malem minggu. Eaaaaa.. jomblo ya mas. Gw bener-bener suka hujan. Ngerasaain hujan-hujanan sampai baju kering di badan. Atau pulang malem-malem sepedahan hujan-hujanan. Itu rasanya seperti kelenjar adrenalin yang luber sewaktu berdiri di pinggir bendungan terus lompat ke dalamnya. Jaman kecil dulu. Jaman Google belum ada. eh, jaman Google baru huruf ‘G’. Jaman belum sunat dulu, jaman telanjang belum malu. Jaman belum takut apa-apa. Jaman gak takut petir, belum takut meriang. Cuma takut penculik. Jaman belum ada kamu, iya kamu. Sekarang mah takutnya banyak. Takut petir, takut ketinggian, takut gak bisa membahagiakan,eh. Takut keriput. Takut buncit. Takut tikus. Yang terakhir abaikan.

***

Beberapa hari yang lalu gw disuruh mertua ngegiling gabah. Peristiwa itu membuat gw seperti terjebak di sebuah waktu sekitar dua puluh tujuh tahun yang lalu. Sudah beberapa Kali sih gw datang ketempat penggilingan padi itu. Baru kali itu gw merasa waktu bener-bener berhenti di situ.
Aroma gabah kering, solar, gabah yang terkelupas, merang, bekatul, dan suara mesin diesel yang meraung-raung mengingatkan gw pada masa-masa kelas satu SD. Masa-masa dimana gw suka ikut ibu atau bapak gw ngegiling padi. Di kecamatan gw ada banyak penggilingan padi. Tapi dikampung gw itu pertama kalinya.

Biasanya kalo mertua gw nyuruh ngegiling, gw taruh terus gw tinggal, gw ambil besoknya. Tapi kali ini gw tungguin sampe selesai. Gw duduk di bangku panjang memeperhatikan sang pemilik bekerja. Pemiliknya orang cina. Seorang babah tua yang merokok kek Popeye. Rokoknya dijepit tanpa dihisap. Rokoknya habis sendiri. Nanti dia ambil lagi. Habis lagi. Gitu terus. Mungkin dia berbagi sama angin. Angin mungkin juga butuh rokok. Capek jadi udara segar. Gw hapal tingkah lakunya sebab gw sudah puluhan kali kesitu. Dulu babahnya suka jutek sama gw, tapi belakangan dia jadi baik. Mungkin dia lelah.

Ada hampir satu jam gw di situ. Selama satu jam itu, gw merasa bahwa waktu di tempat itu tidak berlaku. Waktu seolah berhenti di tahun 87-88 gitu. Gw merasa seolah melihat gw mendorong sepeda bapak masuk ke tempat penggilingan. Nungguin gabah dimasukan ke mesin, terbuka kulitnya, sampai jadi beras. Kemudian pulangnya bawa sekam atawa kulit padi untuk membuat perapian dirumah. Aroma-aroma seperti yg gw ceritakan diatas, membuat saraf dikepala gw memanggil memori yang sudah lama gak diakses, muncul kembali. Asli gw pengen nangis gitu tapi gak bisa.

Sedang asik-asiknya bernostalgia dengan kenangan yang terbuat dari aroma gabah kering, solar, beras baru, bekatul dan segala tetek bengeknya, tiba-tiba rusak berantakan gegara masuk sebuah sepeda motor matic ke tempat penggilingan itu. Asli merusak suasana. Mana ada motor matic di tahun  1987. Gw sadar bahwa gw berada di tahun 2015. Tahun beras plastic.

Ngomongin beras plastic, menurut gw mungkin oran cina sana asalnya pengen bikin mainan. Kalian tahu kan, mainan anak-anak di Indonesia kebanyakan mid-in china, dibikin di cina. Cobalah kalian main di pasar Asemka, di daerah Glodok sana,  mainan rupa bentuk apapun ada. Mainan tembak-tembakan, mobil-mobilan untuk cowok, mainan masak-masakan untuk anak cewek, bentuknya macem-macem, kek buah-buahan, sayur-sayuran, semua ada. Nah mungkin tadinya mereka bikin beras-berasan. Supaya anak-anak mainnya dapet feelnya. Menjiwai. Terus di Indonesia disalah gunakan. Terus jadi berita, terus gw nulis ini, terus gw pengen udahan. Dadah…. Salam escetepeh!

Rabu, Januari 28, 2015

Trusta


 "Barang siapa yang muda, tampan dan beruban, maka orang itu termasuk aku"
   -----Kitab Al-Murt.

Hey gaes, sudah lama sekali gw tidak updet tulisan di mari. Tidak ada alasan seh. Kalaupun ada paling juga sibuk. Sibuk nonton film. Ada beberapa filem donlotan yang belum sempet ketonton. Sebagian belum ada subtitlenya. Harus pakek subtitel, kalo gak guweh gak ngerti. Bahasa Inggris guweh kan payah. Giliran ada, subtitelnya bahasa Inggris juga, jadinya sambil nonton, kadang gw catet kata-kata yang gak tahu trus nanti dicari di gugel trenslet. Sibuk banget kan guweh?

Oya, Migu sudah pergi. Sudah dijuwal sama bini gw. Cuma laku sejuta dua ratus ribu. Tadinya gw tega. Tapi lama-lama gw sedih juga. Sekarang ada gantinya. Namanya Trusta. Itu sepeda motor hadiah. Trusta itu artinya senang. Itu perasaan sewaktu gw mendapatkan trusta. Perasaan gw senang karena trusta itu hadiah.

Gw dapet trusta sewaktu ikut acara sepeda santai di komplek deket rumah. Gw bismillah berangkat baca alfatihah tiga kali sambil berdo’a moga-moga dapet sepeda motor. Ibang gak gw ajak. Suka reseh pengen pulang buru-buru. Gw sudah niat dapet sepeda motor. Sudah niat ikut undian sampe selesai. Makanya Ibang gak gw ajak.

Rute sepeda santainya sekira tujuh belas kilometer. Itu sama saja jarak dari rumah ke depan trus balik lagi ditambah dikit. Gw sih santai aja. Enteng cuma segitu mah, gak bikin dengkul berasap, paling cuma selangkangan yang suhunya naik beberapa derajat. Pas undian di bacain, gw lari ke atas panggung sambil jejingkrakan acungin jari metal. Anjret najis banget. Norak banget gw. Tapi mungkin itu ekspresi standar orang miskin dapet hadiah besar. Gw sih maklum sama diri gw sendiri.

Sebenernya acara fanbeik  ini sebuah paradox. Bersepeda yang seharusnya sebuah usaha untuk mengurangi polusi, malah hadiahnya sepeda motor yang jelas-jelas penambah polusi. Tadinya gw pengen protes ke dewan keamanan pebebe, ke wehao, ke bareskrim, ke kapeka, ke Jokowi. Bohong deng. Gak jadi. Sebab gw yang dapet hadiahnya. Gw sih pengennya Migu gak dijuwal, bisa dipake buat kebut-kebutan di pinggir danau,  tapi rumah sudah terlalu sempit. Yaudahdeh gak jadi. Dadah Migu, cup, cup, cup. Baik-baik ya disana.

Eh kalender sudah baru ya? Gw lupa mo nulis resolusi. Tapi gw rasa momen itu bukan cuma tahun baru. Bisa lebaran, bisa ultah sendiri. Bisa ultah pernikahan, kek hari ini sudah ‘gak kerasa’ sudah sembilan tahun gw nikah. Frase ‘gak kerasa’ di kalimat tadi, artinya kalo divisualisasikan menjadi ‘Sembilan tahun kemudian’. Trus adegan berlangsung hari ini dan seterusnya. Ini mungkin saatnya gw menulis resolusi dan diselipkan di lembaran-lembaran mushaf Alqur’an supaya pas gw baca gw inget atau pas gw inget, gw baca.

Selain sibuk nonton film, gw juga sibuk memelihara Guinea pig. Bukan babi, itu nama Inggris dari marmut. Gak banyak sih, cuma tiga ekor, tapi nafsu makannya kuat banget. Sehari dua kali gw kasih makan. Pagi sebelum gw berangkat dan sore sepulang kerja. Menunya lain-lain, biar gak bosen. Kadang king grass, babandotan, daun singkong, daun pisang, daun lamtoro atau batang jagung. Gw sih pengennya marmutnya jadi banyak, tapi gak mungkin. Dulu pas ngasih, kakeknya Ibang bilang kalo yang satu ekor itu jantan dan yang duanya betina. Tapi mungkin waktu itu si marmut betina yang satu menyamar jadi marmut tomboy biar keliatan jantan padahal palsu. Nanti kalau kakeknya Ibang ke Tangerang minta dibawakan marmut jantan, bukan tomboy, apalagi ngondek. Biar marmut Ibang jadi banyak. Nanti dijuwal buat beli kambing.

Oya, gw masih menjadi peminum kopi yang taat. Tapi karena gw bukan perokok, acara ngopi harus ada temanya. Bisa kue, gorengan atau kerupuk. Biasanya sih mertua bikin rengginang. Tapi untuk bulan ini acara makan rengginang yang lezat terancam batal gegara waktu dijemur rengginangnya kehujanan. Ditinggal bikin paspor sama mertua. Ngapain  nenek-nenek bikin paspor. Beneran. Rencananya mertua gw mo umroh. Ke Mekkah. Naik pesawatlah, masa naik haji. Kan gw bilang tadi umroh. Sekalian mo ziarah. Dulu ibunya meninggal di sana. Gw sih paling nanti nitip do’a sama air zam-zam. Eh gimana ya minum kopi pake air zam-zam? Nanti coba ah di Mekkah pas naik haji. Atau gak pas umroh.

Sudah ya, kapan-kapan disambung, salam escetepeh!