Rabu, September 21, 2011

bingung

Bingung nih masuk bloger sedang bermasalah... masuk belum konfirmasi email kok sudah di Dasbor orang dengan Akun dan nama blog lain sih?

Selasa, September 20, 2011

Pensil itu sesuatu banget…



Belum lama ini aku membaca majalah komik, Comical Magz. Di situ ada sebuah note yang mengatakan bahwa sebuah pensil bisa menggoreskan garis sepanjang 56 KM. Itu sama dengan jarak dari Jakarta – Bogor. Keren kan?

Yang aku omongin kali ini memang pensil. Alat tulis yang dibuat dari grafit yang dibungkus dengan kayu. Bukan Tempur Supinsil yang super duper keren itu. Tapi mari kita sama-sama mengakui bahwa kedua-duanya memang keren.

Aku mengenal pinsil mulai di TK, tapi karena di TK jarang menulis dan menggambar, aku benar-benar menggeluti pensil waktu kelas satu SD. Temanku, namanya Dirin, yang pertama menghadiahi aku sebatang pinsil yang tinggal separo. Pendek sekali. Itupun sudah diraut atas bawah. Aku senang bukan main. Aku menyukai pensil itu lebih dari pensil baru yang ibuku belikan.

Sampai kelas tiga, aku masih suka menggunakan pensil. Tapi setelah kelas empat sampai SMA aku jarang sekali menggunakannya. Maklum, budaya catatmania sudah menguasai dunia persilatan, mm… maksudku dunia pendidikan. Jadi pulpen sudah mulai digunakan. Gak seru kan? Di depan bu guru mendikte dengan kecepatan balapan formula satu, aku menulis menggunakan pensil dengan kecepatan keong. Pulpen yang jadi solusinya. Walaupun hasilnya lebih parah. Kali ini bukan keong tapi ceker ayam (pin, ngomongin apa sih?)

Untuk gambar menggambar, sekolah gak mengakomodir. Belajar cuma berkutat matematika, bahasa, dan IPA IPS. Bosen banget gak sih? Pelampiasannya ya memakai arang bekas kayu bakar. Bikin graffiti di papan rumah, tembok sekolah, bahkan tembok masjid. Pensil masih rutin digunakan waktu sekolah Arab (Madrasah Diniyah). Tiap sore. Biasanya sih digunakan untuk menulis khatt (menulis indah huruf arab). Disinilah aku pernah dikhianati pabrik pensil seperti yang pernah aku ceritakan di tulisan sebelum-sebelumnya.

Aku masih ingat sekali bau pensil yang berkhianat itu. Sore itu, sekolah hampir mulai, sedangkan aku tidak punya pensil. Akupun minta uang pada ibuku. Ternyata yang aku beli pensil kualitas abal-abal. Diraut patah, diraut lagi patah lagi. Begitu seterusnya sampai nyaris gak bersisa. Sialan banget tuh pabrik. Bikin pensil aja gak niat, apalagi bikin mobil (pin, kita ngomongin pabrik pensil! Ingat itu! Jangan bawa-bawa mobil, berat!). Kemudian aku seperti putus hubungan dengan pensil. Tapi aku masih ingat bau pensil pengkhianat itu. (iya, iya)

Bertahun kemudian, aku bekerja di percetakan. Jadi operator mesin. Jadi sambil menunggui hasil cetakan, aku biasanya corat-coret dengan pensil di kertas bekas yang jelas-jelas melimpah. Pada saat itulah Allah meniupkan ilham di kepalaku. Membisikan sebuah nama yang sangat memesona : PINSIL TEMPUR!

Tak perlu lagi kujelaskan apa arti dan filosofinya. Yang jelas, aku berharap dengan modal pensil, aku bisa nempur beras. Bukan cuma itu, aku berharap bisa berbuat sesuatu bagi hajat hidup orang banyak.

Pokoknya, Pensil itu sesuatu banget…

Senin, September 12, 2011


Cerita tentang teman-temannya Raden Mas Tempur Supinsil

Setelah melewati liburan Idul Fitri kemarin, Raden Mas Tempur Supinsil kembali teringat kenangan-kenangan masa lalunya. Dan pada episode kali ini, Supinsil akan menceritakan orang-orang yang telah mewarnai kehidupannya. Terutama masa-masa SMA.

  1. Pak Amin, beliau adalah kepala sekolahnya Supinsil. Orangnya tegas, disiplin, tapi humoris. Jangan coba-coba berseberangan dengannya kalau tidak ingin punya masalah berbulan-bulan. Supinsil pernah ‘melawan’ beliau. Dia tidak mau ketika dipilih menjadi pasukan pengibar bendera pada acara tujuhbelasan di Kecamatan Kalibening. Hubungan menjadi tidak harmonis selama berbulan-bulan hingga berakhir setelah terjadi beberapa ‘kesepakatan’.Oya beliau juga orator hebat. Pidatonya keren. Pak Amin pernah dicalonkan menjadi Bupati Banjarnegara. Dan sekarang beliau menjadi wakil rakyat dan bertugas di DPRD I Jawa Tengah.
  2. Pak Ali, beliau guru Bahasa Indonesia-nya Supinsil. Orangnya lucu. Kadang-kadang Supinsil bingung kelas atau acara lawak. Tapi kalau lagi galak, jangan pernah main-main dengannnya. Walauwwwpuuuuun (ini kata-kata yang paling diingat Supinsil) begitu, beliau orangnya baik. Dan beliaulah yang memberi semangat pada Supinsil untuk menjadi penulis. Ada FB-nya loh… tapi sayang jarang onlen.
  3. Bu Emi, Guru Tata Negara –nya Supinsil. Beliau ini guru yang paling baik seantero SMA Muhammadiyah Kalibening. Jarang marah. Plus tidak pelit. Pokoknya keibuan banget deh. oya dulu ada FB-nya juga, sayang sekarang gak ada lagi.
  4. Bu Tri. Ini guru Biologi-nya Supinsil waktu kelas I dan kelas II. Disiplin, cantik plus rada-rada jutek gitu. Jangan main-main dengannya karena urusannya pasti dengan kepala sekolah. Bu guru yang satu ini masih utang pada Supinsil bab reproduksi manusia. Padahal Supinsil sudah rajin masuk waktu pelajaran hampir-hampir mendekati bab reproduksi ini. Tapi sayang, bab ini dilewati begitu saja sama bu Tri. Supinsil kecewa.
  5. Bu Lis. Guru Ekonomi-nya Supinsil. Orangnya baik , cantik dan keibuan,tapi kaca matanya twwweeebeeeeel pisan. Masalah ekonomi dan tetek bengeknya, beliau jagonya. Kalau Supinsil melihat Sri Mulyani, pasti ingat beliau. Supinsil berutang nilai yang bagus pada beliau ini. Dan sudah ditebus waktu kuliah dengan dapat nilai A pada mata kuliah Akuntansi. Setelah itu, Supinsil DO.
  6. Pak Leman. Guru Bahasa Arab-nya Supinsil. Orangnya terlalu ngeblur. Maksudku terlalu kurang menjaga wibawa sebagai guru. Bingung, guru apa temen. TTM, temen tapi mengajar, ya gitu deh. Kalau kamu kepingin kelas tanpa tugas dan kamu bisa ngantuk atau melamun, ajukan pertanyaan. Maka beliau akan menjelaskan panjang lebar sampai kelas berakhir.
  7. Bu Nur, Guru Bahasa Inggrisnya Supinsil waktu kelas I. Orangnya cantik sekali. Pokoknya sesulit apapun, pelajaran Bahasa Inggris periode ini, sangat-sangat dirindukan. Stt… diam-diam Supinsil dulu jatuh cinta padanya. Sampai hari ini Supinsil masih penasaran tentang bentuk rambut Bu Nur, apakah lurus, keriting atau ikal. Bu Nur ada FB-nya loh…
  8. Pak Edy. Guru matematika Supinsil. Orangnya cool kaya biang es. Supinsil sama guru yang satu ini sedikit bermasalah. Entah kenapa.
  9. Udin N. Temennya Supinsil sejak MTs. Pendiam, punya kemampuan bermusik di atas rata-rata. Dia juga temennya Supinsil berlatih silat. Sepanjang pertemanan dengannya, Supinsil belum pernah ribut atau berseberangan dengannya. Sekarang Udin sudah punya grup band dan grup ndangdut yang ditanggap kemana-mana. Tampangnya, tipikal seniman sejati, gondrong , kurus dan tinggi. Semoga suatu hari nanti bisa mewarnai dunia musik Indonesia.
  10. Kahfi. Temennya Supinsil. Rapinya bukan main. Kalau ada nilai untuk kerapihan antara 1 sampai 10, maka nilainya pasti 9,5. Jalan pikirannya lurus, gak neko-neko. Minatnya yang besar pada politik, membuatnya jago analisis. Hidupnya lurus dan rapi. Tidak seperti Supinsil yang rebel dan gembel.
  11. Ridwan, Temennya Supinsil sejak MTs. Hobinya meledek Supinsil dari jaman MTs. Waktu sekolah punya tato A-Mild di tangannya. Sekarang jadi orang Sidoarjo. Pada dasarnya dia sayang sama Supinsil.
  12. Nur Mardlotillah. Temennya Supinsil sejak MTs. Otaknya yang encer, menjadi sasaran contekkan Supinsil. Dia lebih pandai dari Supinsil.Pokoknya dia yang rajin belajar, Supinsil yang memetik hasilnya.
  13. Indaryati. Temennya Supinsil. Anaknya manis. Otaknya encer, logatnya lucu. Pokoknya dia lebih pandai dari Supinsil. Sudah sebelas tahun Supinsil tidak ketemu. Katanya sih Supinsil rada-rada kangen. Punya FB gak ya dia.
  14. Endriyana, temennya Supinsil sejak MTs, tapi waktu kelas 3 dia masuk IPA, supinsil masuk IPS. Anaknya baik, manis dan gawul hmmm maksudku gaul. Dia inilah yang menyarankan Supinsil untuk memelihara kumisnya. Sekarang Supinsil loskontek dengannya. Padahal Supinsil lumayan kangen, katanya. FB-nya belum ketemu. Ada yang tahu?
  15. Winasih, ah, cewek yang satu ini lumayan berarti bagi Supinsil. Dialah yang pertama kali mengajari bagaimana rasanya kasmaran, kemudian bagaimana rasanya ditolak, dan bagaimana rasanya dicuekin. Supinsil masih suka kangen tapi ya sudahlah… kata Supinsil.
  16. Kholilah. Adik kelas yang dulu pernah ditaksir Supinsil. Cantik, manis dan pinter. Komposisi wajahnya yahud. Tapi bagi Supinsil yang paling manis adalah hidungnya. Nilai Seratus. Supinsil tidak pernah bisa mengungkapkan. Baru setelah lulus, Supinsil bisa mengungkapkannya. Itupun cuma lewat surat dan kemudian dibalas sama calon suaminya. Supinsil stress.

Itulah orang-orang yang mewarnai Supinsil semasa SMA. Masih banyak yang lain. Tapi ini dulu deh. Apabila ada kesamaan nama tokoh dan tempat, Supinsil memang sengaja.

Rabu, September 07, 2011

Lebaran yang hangat....

Fiuh, akhirnya nyampe juga ke Tangerang, setelah hamper dua puluh empat jam di kendaraan. Gak terlalu lama sih, tapi untuk ukuran perjalanan yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu delapan jam, sungguh-sungguh lebay sangat.

Ceritanya aku mudik pas hari selasa setelah lebaran (apa malam lebaran?) yang jelas aku sudah sholat ied lebih dulu walaupun malam sebelumnya, pemerintah masih bingung. Dan berjuta ibu-ibu di Indonesia merasa kecewa, sudah capek-capek masak, lebaran ditunda. Sebuah lebaran yang penuh kehangatan. Maksudku, penuh masakan yang diangetin. :)

Aku kira penumpang bus tidak serame ini, ternyata bus sudah hampir penuh juga. Aku, anak dan istri kebagian di jok paling belakang. Busnya gak ber-AC, tapi ya sudahlah, yang penting bisa sampai tujuan dengan selamat. Anakku belum pup dari semalam, tapi sepanjang jalan mulutnya gak bisa diam. Ngemil terus. Sambil gak berhenti bercerita apa saja. Ia sempet menyesal juga waktu di dalam bus. Dia bilang seharusnya dia gak usah ikut. Lagi enak main, katanya. Maklum lebaran kayak gini, sepupunya pasti pada datang ke rumah neneknya dan kumpul-kumpul. Aku sempet khawatir kalau-kalau dia kebelet pup. Tahu sendirilah naik bus umum gak bisa berhenti sesuka hati kita.

Perjalanan Tangerang-Pekalongan berlangsung mulus. Lancar sulancar. Jalanan sepi. Hanya satu dua kendaraan pribadi dan rombongan takbir keliling yang mau lebaran ikut pemerintah. Bus gak ngebut, tapi lumayanlah jadi gak panas. Capek makan, anakku tertidur pulas. Aku masih khawatir kalo dia pengen pup.

Sampe di Wiradesa—kota kecil sebelum Pekalongan, jam setengah satu pagi. Bus yang akan membawa kami ke atas (kampungku di gunung), baru ada jam dua pagi. Yah…. Alamat menunggu. Anakku bangun. Aku kira bakalan ngambek, tapi Alhamdulillah malah ceria. Sambil lari-larian di trotoar. Tas dan bawaan kami, kami taruh di dekat pos polisi. Banyak sekali tukang ojek dan tukang becak menawarkan diri untuk mengantar kami. Pasti mereka belum tahu rasanya ngegowes becak naik gunung . Bisa berak-berak tujuh turunan. Yaudahlah, aku tolak mereka dengan halus. Di depan pos polisi, ada tiga polantas yang terkantuk-kantuk. Ketika aku lirik mereka, salah satu dari mereka bertanya sambil nyolot. Yaelah, bos, biasa aja kaleee. Satu point lagi kutambahkan untuk kebencianku pada polisi yg belagu.

Jam dua pagi, bus datang, tapi kemudian ngetem lama banget. Jam setengah empat , bus baru mulai bergerak naik. Jalanan masih gelap. Mula-mula melewati hutan karet, hutan damar , hutan pinus, kebun cengkih, perkampungan, kebun teh, perkampungan lagi, begitu terus selang-seling. Takbiran masih terdengar dari masjid-masjid di perkampungan yang aku lewati.

Jam lima lewat, aku sampai dirumah orang tuaku. Hawa dingin mulai terasa. Suhu pagi-pagi bisa mencapai 16 derajat celcius. Malahan pernah turun drastis sampe 12 derajat celcius. Kebayang kan gimana dinginnya kampungku? Mo mandi rasanya males banget. Air pancuran serasa air kulkas. Yaudahdeh, aku mandinya nunggu siang aja. Anak & istriku langsung tidur begitu selesai bersalam-salaman. Sedangkan aku, sebenernya pengen tidur juga tapi gak bisa merem.

Besokannya, kita ke pasar, anakku pengen banget naik becak. Yaudah, akhirnya kita naik becak bertiga, eh berempat deng, aku, istriku, anakku plus abang becaknya. Hapeku udah mati dari kemarin. Maklum, gak bawa cerjer sama lupa didaftarin gogo. Oya merek hapeku Esiah Unaisah Sumarah. Bikinannya om Bakrie. Pengen telpon temenku yang udah kasih nomernya waktu ceting di fb. Nanti langsung datang aja. Temenku ini pemain band. Gondrong dan keren. Sehabis belanja-belanja, aku mampir ke sana. Ngobrol panjang lebar lalu pulang. Naik becak lagi.

Selama lima hari di kampung, praktis aku hanya mendekam di rumah saja. Ingin selalu dekat dengan ibuku. Paling-paling ngelayanin anakku main bola. Atau bermain bersama ponakanku yang baru berumur sebulan. Kemudian makan nasi jagung (hampir sepuluh tahun lidahku gak merasakannya) plus sambal, pete, dan ikan asin. Sedap,sedap,sedap.

Yaudahlah segitu aja ceritaku, mana ceritamu?