Rabu, Oktober 31, 2012

Selasa, Maret 20, 2012

Terjebak penggemar Mama Dedeh

Sebentar lagi pemerintahan kita yang mulia, akan segera menaikkan harga BBM. Sebuah kebijakan paling yahud yang pernah ada. Naiknya harga BBM sendiri sebenarnya bukan masalah, wong paling Cuma seribu atau dua ribu perrliter. Tapi akibat dari naiknya harga itu, menimbulkan penyakit latah yang maha parah bagi dunia perdagangan. Belum juga SBY berpidato secara resmi, harga-harga sudah mendahului di depan sana. Harga kebutuhan pokok, ongkos angkot, tariff parker, semua naik. Cuma gaji yang tidak naik. Kalaupun naik, suasananya didramatisir. Pakek demo, pakek rusuh. Baru bisa naik.



Oke, sekarang gue mau ngomongin beberapa fakta tentang angkot dan biskota.


-- Supir angkot/bis, biasanya bapak-bapak , atau om-om, atau pemuda tanggung tatoan, atau dengan kata lain, mayoritas laki-laki. Tapi gak menutup kemungkinan ibu-ibu setengah baya.


--Supir angkot diharuskan menyetorkan sejumlah uang kepada bosnya, kepada istrinya, kepada tukang palak, kepada rentenir, dan kepada tukang rokok langganan. Bisa dibayangkan betapa menderitanya dia.

--Supir angkot kalau kita bayar lebih, biasanya diam. Tapi kalau kita bayar kurang, nagihnya ngajakin berantem.



--Supir angkot suka curhat kalau kita duduk di bangku depan. Tapi supir bis tidak. Kadang-kadang mereka juga suka menasehati yang baik-baik. Pernah ada supir yang mengaku suka mabok, main perempuan dan berjudi, tapi menasehati guwe supaya rajin sholat, dan selalu baca bismillah sebelum memulai mengerjakan sesuatu. Oya, guwe pernah pengen banget bacokin kapak ke kepala supir gara-gara si supir mengaku pernah meniduri 300 perempuan. Sumpah guwe enek banget dengernya.



Lalu penumpangnya, ada beberapa tipe penumpang yang selalu mewarnai angkot-angkot di Indonesia, terutama Jakarta dan sekitarnya. Kalau kalian rajin naik angkot pasti akan menemui hal-hal berikut.


--Cowok tanggung memakai jaket dengan tutup kepala. Model petinju-petinju sebelum naik ring. Tampang kusut, sok cool dan telinganya tertutup headset murahan. Tipe ini dalam dunia kedokteran gigi di sebut syndrome begeage. Biar gerah asal gaul. Bayangin aja Jakarta yang panasnya 34 derajat celcius, kuat memakai jaket. Padahal, mana ada sih angkot ber-AC?


--Ibu-ibu pulang belanja. Biasanya untuk dijual lagi dirumahnya. Karena kalau Cuma beli tempe dan cabe, tukang sayur sudah setia menunggu di ujung gang.


--Anak-anak sekolah. Biasanya abangnya (pak supir maksudnya) akan menunggu lama sebelum segrobolan ABG ini masuk angkot. Mereka sikut-sikutan dulu, ragu-ragu, dan ketika temennya masuk angkot, yang lain ikut masuk. Adegan ini terbawa kelak di kemudian hari. Mereka paling-paling Cuma jadi follower, gak ada yang jadi trade center. Mmm... maksud guwe trend setter, kan menara WTC sudah rubuh. Maksud loh?


--Pemuda yang profesinya penjahat tapi mertuanya polisi. Gak percaya? Lihat saja kaosnya, ada tulisan yang cukup seksi ; BURONAN MERTUA.


--Pensiunan atau kakek-kakek yang nyesel banget sudah jadi tua. Masih saja sesumbar soal bagaimana dia bisa menggaet sejumlah wanita. Padahal guwe yakin, kalo saja guwe geserin pantat guwe sepuluh senti saja, guwe yakin kakek itu akan dengan sukses jatuh di aspal.


--Ibu-ibu pengajian penggemar mama Dedeh. Guwe pernah terjebak di angkot dengan sepuluh orang penggemar mama Dedeh, yang masing-masing berukuran dua setengah kali badan guwe. Guwe sesak napas. Yah, mungkin, mereka penggemar mama Dedeh Unaisah, yang belum pernah masuk tivi.


--Orang-orang yang menjijikan dalam arti harfiah. Mengupil sepanjang jalan atau menggigiti sedotan. Kurasa mereka harus segera ikut kursus kepribadian di Jhon Robert Power Ranger atau semacamnya. Atau barangkali harus masuk TK lagi.


--Orang-orang yang takut kesasar. Biasanya ibu-ibu yang baru pertama kali ke daerah tersebut. Cerewet bukan main. Tanya-tanya melulu sampai supirnya marah-marah. Dan biasanya pas turun dikenakan ongkos lebih.


--Bapak-bapak yang punya pabrik rokok. Merokok terus menerus mirip mbah dukun. Gak peduli orang-orang disekitarnya terganggu. Bagi guwe, merokok adalah hak mereka, tapi merokok di angkutan umum adalah norak.


--Anak gaul seperti point no. 4. Tapi yang ini TAHANAN LP NUSAKAMBANGAN No. 374. Disini guwe bertanya-tanya, sejak kapan tahanan boleh jalan-jalan naik angkot. Seolah-olah si pemakai kaos merasa bangga menjadi tahanan. Padahal kalo saja benar, semalam saja menginap di tahanan polsek, aku rasa dia bakalan nangis kolosal.


--Masih tentang pemakai kaos., kali ini tulisannya FAKYU VERIMACH. Makudnya apa coba.


--Siswi SMA yang centilnya gak ketulungan. Dandannanya menor pisan. Seperti tante-tante garing. (ya, garing. Guwe gak salah ketik kok)


--Ibu-ibu sok alim, berjilbab tapi pakek legging. Menurutku sih sudah melewati batas. Bukankah legging itu semacam stocking yang penggunaannya sebagai pakaian dalam? Dan bukankah pakaian dalam itu adalah hak eksklusif suami-suami mereka? Bukan konsumsi umum orang-orang yang terpaksa naik angkutan umum sepertiku?


--Pengamen pakek ukulele (biasanya anak tanggung). Apapun lagunya, nadanya itu-itu saja. Suara ke monas, nada ke ancol.


--Pengamen pakek puisi. Gak ada menarik-menariknya. Mengintimidasi dengan mengaku-aku pernah dipenjara, bla...bla..bla. Pemalas level Sembilan.

--Penjual minuman dan makanan pencipta kosakata baru. TARARAHU, MARARIJON, TARARISU, ARARAKUA,KRATINDENG.... (mmm...kalian tahu kan maksudku?) atau penjual buah yang gampang putus asa. Pertama tujuh biji (maksudku buah, bukan Cuma bijinya) dijual sepuluh ribu. Beberapa menit gak ada reaksi dari pemirsa, jadi lima belas biji dijual sepuluh ribu.



Ya sudah, dengarkan pesan dari dokter gigi, gosoklah gigi sesudah makan dan sebelum tidur, dan pesan bapak Tempur Supinsil, gunakan kaki kiri untuk turun dari angkot atau bis. Jangan gunakan kaki orang lain.

Senin, Februari 27, 2012

Edisi Potong Rambut

Sekitar dua minggu yang lalu guwe potong rambut. Yeah lalu apa istimewanya ini kamu ceritakan? Sebegitu hebatkah dirimu? Sehingga perlu menceritakan tentang potong rambutmu itu? Demikian kata setan burik yang menghalangiku untuk kembali curhat di blog ini.

Potong rambut adalah sebuah ritual sesat dan teror. Itulah kenapa, balita yang dipotong rambutnya selalu meraung-raung seperti ambulan ketemu macet atau mobil pemadam kebakaran terhalang masuk lokasi karena penduduk sekitar pengen kesyut sama wartawan tivi. Selain itu, kadang-kadang diakhiri dengan adegan mematahkan leher seperti Rambo atau film-film kungfu tahun 70’an, yang sesudah adegan itu, biasanya kamera zoom out, memperlihatkan begundal-begundal bayaran tergeletak tumbang atau adegan ditempeli pisau tajam di leher dan tengkuk. Guwe selalu khawatir, pas adegan tempele-tempel pisau itu, si tukang cukur meleng karena ada Titi Kamal lewat atau tiba-tiba Tina Talisa mengadakan liputan di sekitar kios cukur ituh. Wuih bisa-bisa gue tumbang dengan mengenaskan. Tapi Alhmadulillah sampai detik ini leher guwe masih aman sentosa menyangga kepala beserta isinya.

Guwe potong rambut sebenarnya gak niat-niat amat. Waktu itu malem sudah larut, seperti gula, setelah memesan nasi goreng untuk tukang plat yang datang ke kantor nganter plat buku baru yang akan segera dicetak, guwe lihat kios cukur itu masih buka. Ya sudah guwe masuk.

Ruangan itu berukuran sekitar empat kali tiga meter. Dekornya standartempat tukang cukur seluruh Indonesia. Tiga buah cermin segede gaban, dan poster potongan rambut yang guwe rasa ada sejak jaman Ikang Fawzi masih laku nyanyi. Poster itu berisi sekitar dua puluh model potongan rambut yang kalo seluruh konsumen yang dateng dipotongin model ituh, dunia serasa berhenti di tahun 86-87 gitu.

“Potong model apa bang?” Tanya tukang cukur itu.

“Mohawk” kata guwe.

Guwe selalu meminta potongan model begitu sejak menikah. Dulu guwe suka gondrong nanggung model Jacky Chan waktu muda. Atau model-model pak polisi gitu. Model belah tengah? Guwe pernah memakainya sekali waktu SMP, dan guwe rasa itu model paling najis yang pernah guwe pakai. Kalo sekarang ada model alay, naudzubillah kalo guwe sampe ikut-ikutan. Guwe juga suka model dreadlock ato gimbal-gimbal penyanyi reggae. Soalnya tiap sholat Jum’at, ada anak muda rambutnya gimbal, bersih dan asik. Guwe kepengen banget ngegimbalin rambut guwe. Ada yang tahu jasa ngegimbalin rambut yang murah meriah?

Karena jidat guwe model huruf M, model Dedi Corbuzer gitu, guwe rasa potongan yang pas adalah potongan Mohawk, tipis di kiri kanan, dan menjulang di tengah. Tapi guwe sukanya gak terlalu ekstrim gitu yang sampai di cat atau di lem biar berdiri saentosa. Guwe gak berani sesadis ituh. Guwe suka yang bisa diajak apa saja. Di jabrikin okeh, atau di belah pinggir macam jenderal-jenderal orde baru monggo.

Wuing...wuing, zrrrrrrr...rrrrrr, srik...srik... gunting listrik kemudian sukses menumbangkan rambut sebelah kiri. Sebelah kanan, belakang. Bagian poni, sambil gue disuruh nunduk, tengadah, nengok kiri, nengok kanan. Srak-srak...srak.. lalu taraaaaaaaaaaa, aku jadi ganteng. Gak ding, gak ada yang berubah. Kalo ganteng, guwe udah dari sononya. Guwe Cuma keliatan lebih rapi. Tiba-tiba abangnya nanya :

“Bang dipijit gak?

“Boleh deh” kata guwe. Sampe di sini guwe nanya dalam hati, siapa sih yang jadi abang? Situ apa guwe?

Akhirnya guwe bener di pijit. Kepala tengkuk, pelipis, dahi pipi, atas hidung, semua berhasil dijamah sama jari-jari abangnya yang berasa kasar di kulit guwe. Tibalah adegan Jacky Chan palsu matahin leher musuh, krak! Sebelah kiri, krak! Sebelah kanan. Guwe gak mati!

Akhirnya,

“berapa bang?”

“Sembilan rebu” kata abang tukang cukurnya

Guwe keluarin duit sepuh ribuan, sambil mengulurkan tangan ke abangnya, guwe bilang gini :

“Ambil ajah kembaliannyah”

Pada detik ini guwe ngerasa keren banget. Guwe udah ngelakuin adegan di sinetron-sinetronnya Ram Punjabi dengan mengatakan sebuah dialog yang selalu terjadi di restoran-restoran mahal... ambil aja kembalianyah

Guwe pulang, mandi, malam semakin larut, makin manis, dan guwe yakin istri guwe akan suka!

Jumat, Februari 17, 2012

Akulah pemegang hak cipta 'menyebalkan'


Akhirnya jurnal ini kembali terisi setelah lama kosong. Bukannya apa, tapi karena penyakit sok sibuk yang menggelora.

Bulan-bulan ini rasanya begitu menggergaji. Bermula dari rencana bosku yang mau menerbitkan buku umum—setelah hampir enam tahun kami menerbitkan buku-buku mewarnai, gunting tempel, mengenal abjad dan semacamnya untuk anak-anak.

Karena selama ini penerbit yang digunakan khusus untuk buku anak-anak, maka ketika menerbitkan buku umum, maka harus dibuat penerbit baru. Nama penerbit sudah ditemukan. Maka tugas pertamaku adalah mendesain logo. Aku membuat sesimpel mungkin dengan model logofont ambigram 180 derajat. Jadi logo tersebut kalau dilihat dari atas dan bawah, sama saja. Logo langsung disetujui. Entahlah kalo menurut para lulusan dekave atau semacamnya, tapi kurasa logo yang aku buat sudah mewakili karakter penerbit yang baru itu.

Urusan logo selesai, gilliran urusan sampul buku. Aku buat beberapa alternatif. Ada yg pakai gambar WPAP penulisnya, line art gambar penulisnya, ada juga yang diisi gambar yang mewakili isi buku. Hingga akhirnya penulis dan editornya memilih satu gambar yang sebenarnya aku sendiri kurang menyukainya. Tapi ya sudahlah, dari pada gak beres-beres.

Urusan logo dan cover beres, giliran urusan layout. Dan di sinilah masalah bermula. Harusnya aku sudah menguasai software khusus untuk melayout buku. Tapi sialnya pas di install, gagal melulu. Akhirnya terpaksa memakai coreldraw, walaupun akan sangat tidak menggergaji akhirnya. Dan sial yang kedua, kemampuanku di MS Word juga sangat payah,sehingga naskah yang sudah diutak-atik dua hari, malah berantakan di coreldraw.

Deadline sudah didepan pintu. Ya udah aku tendang saja dia. Gak ding. Bosku ngomel-ngomel. Sebel sama aku.

Ya sudah kita lupakan sejenak tentang tiga paragraph di atas, Alhamdulillah, walaupun sudah sampai bulan Pebruari, masih saja ada yang memesan kalender ke aku. Lumayanlah untuk tambahan beli komik J. Ada juga pesanan buku nota, kwitansi, dan spanduk. Sesuatu banget yah?

Oya, bulan januari kemarin aku ditawari novel grafis mas Nassirun Purwokartun. Gak usah bayar dulu, nanti aku kirim, gitu kata beliau. Benar saja, tujuh buah novel grafis keren sampai ke kantorku di suatu siang yang cukup menggergaji (baca : menggergaji, ya eyalah). Empat buah seri HANYUT karyanya Yoshihiro Tatsumi. Ya semacam otobiografinya beliau, cuma dalam kisah ini, namanya diganti menjadi Hiroshi Katsumi. Menceritakan tentang lika-liku perjalannanya dalam membuat manga. Hingga mencetuskan sebuah istilah gekiga, yang kemudian menjadi genre tersendiri dalam kaidah permangaan Jepang.

Selain itu, ada lagi trilogy A Contract With God-nya Will Eisner. Buku pertama, Kontrak dengan Tuhan,menceritakan tentang Frimme Hersh, lelaki Yahudi taat yang berjanji akan hidup lurus asal Tuhan akan selalu melimpakan kebahagiaan padanya. Hingga suatu hari ia menemukan seorang bayi perempuan yang diletakkan di depan pintu rumah susun yang dia sewa. Sayang setelah dipelihara sekian lama, anak perempuan inipun meninggal, hal inilah yang membuatnya murka pada Tuhan dan memutuskan kontraknya, hingga kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat. Ia kemudian menggadaikan sertifikat tanah sinagog tempat dia selam ini beribadah, untuk modal menjadi pemilik kontrakan dan rentenir.

Buku kedua berjudul Daya Hidup, menceritakan tentang masa depresi Amerika sekitar 1930an. Buku ketiganya, Jalan Raya Dropsie, menceritakan sebuah jalan selama hampir empat abad penuh dengan lika-likunya di Bronx, New York. Nama jalan itu, Jalan Raya Dropsie.

Yeah, walaupun ketujuh buku tersebut cukup menghianati dapur kami, tapi gak apa-apalah. Setelah dibaca, buku itu aku masukkan kantong plastik, takut diambil Gibran untuk diwarnai. Sttt.. ada beberapa adegan dewasa di situ.

Oya ngomong-ngomong disebelin bos, mungkin aku akan menjadi juaranya. Sejak kecil, aku sudah memiliki track record (bacanya begitu) yang cukup menggergaji untuk masalah “makhluk paling menyebalkan”. Apapun yang aku lakukan, dalam pandangan orang, menyebalkan. Kalau aku dan temanku melakukan kesalahan yang sama, aku yang kena marah. Kalau temanku yang melakukan kesalahan, aku yang kena marah. Bahkan pada saat diam pun orang sebal. Coba. Bukankah itu menyebalkan level menggergaji? Sampai kinipun, aku memang juaranya. Istriku, anakku, kadang-kadang juga sebel padaku.

Kurasa memang aku harus mendaftarkan diri ke Departemen hukum dan HAM untuk menjadi orang yang paling menyebalkan di muka bumi. Seharusnya aku memegang hak cipta ‘menyebalkan’. Jadi begini, kalau kalian suatu hari nanti menjadi orang menyebalkan, maka kalian harus membayar royalty ke aku. Semakin banyak orang menyeblakan, aku semakin kaya. Tak peduli siapapun dia. Bukankah itu keren?

Aku akan sangat kaya. Dan orang akan pikir-pikir untuk menjadi menyebalkan. Tapi kurasa, rencanaku akan batal. Sebab semua sudah dibajak para anggota DPR. Mereka sudah mencuri hakku untuk menjadi “menyebalkan dan banyak uang”.

Selain menyebalkan, aku juga akan mendaftarkan untuk kategori bodoh, gak nyambung, ganteng dan narsis.

Yeach.... mumumumu....

robot-robotan


Jumat, Januari 13, 2012

Resolusyen Air Soda



Karena semangat kita seperti air soda, kita membutuhkan petuah Mario teguh.

Mumpung masih anget, menindak lanjuti resolusyen (bacanya resolution). Aku ingin meralatnya dengan tidak lagi mengetik kata resolusi. Sebab kata Goenawan Mohamad yang dikutip oleh Mujix yang jago bikin komix, bahwa kata resolusi adalah ‘pengindonesiaan yang malas’ dari kata resolution yang berarti pemecahan, atau Goenawan Mohamad lebih suka menyebutnya ketetapan hati, kebulatan tekat untuk mengambil sikap, melakukan tindakan, serta menunjukkan perilaku baru yang berbeda dengan yang sudah-sudah . Mujix juga mengutip dari Ana Subekti. Dan Tempur Supinsil mengutipnya dari Mujix. Paham? Pokoknya Gitu Deh.

Ngomomg-ngomong soal resolusi, maksudku ‘kebulatan tekad’ yang sudah diikrarkan oleh orang-orang ketika malam tahun baru kemarin, aku yakin banyak sekali yang sudah berguguran. Atau sudah mulai mengkianati janji yang mungkin diucapkan di bawah cahaya kembang api atau mungkin sambil sesenggukan di atas sajadah.

Kenapa? Tanyakan saja pada dokter gigi. Mungkin dokter gigi bisa menjelaskan betapa absurdnya cara kerja organ tubuh yang namanya hati. Kemarin dengan sungguh-sungguh berjanji, sekarang sudah mulai mengoreksi bahwa kemarin cuma bo’ong –bo’ongan kok, Tuhan, aku gak serius kok. Wong aku janjinya sambil mabok. Sambil pup, sambil kaget denger petasan atau sambil dicemberutin istri :D.

Sebenernya sih gak mesti tahun baru untuk membuat ‘kebulatan tekad’. Kapanpun bisa. Toh tahun baru cuma sekedar fase di mana matahari kembali ke posisi yang sama setiap tahunnya. Dan kebetulan tahun baru selalu jatuh di tanggal 1 Januari. Coba kalau tahun baru jatuh tanggal 30 Pebruari? Betapa remphongnya para dokter gigi.

Momentum! Oh tidak. Apaaaaaaaaaaaaaaaaa? Jreeeng! Aku segera ke sana! (itu adegan sinetron)

Eh iya, kita perlu momentum untuk berjanji atau membulatkan tekad. Bisa tahun baru, lebaran, ulang tahun, ulang tahun anak, ulang tahun perkawinan atau kapanpun saja yang bisa di ingat. Jadi, bukan tahun barunya yang huebat tapi momentumnya.

Tetapi, semangat yang menggebu-gebu di awal, perlahan-lahan jadi lemah syahwat. Semangat menurun. Kinerja terjun bebas, dan peduli setan dengan resolusyen-resylusyen palsu ituh! (pake h biar terkesan alay).

Kemudian kita membutuhkan Mario Teguh, atau siapapun saja yang bisa menggenjot semangat yang sudah meneopuse tadi. Beliau hadir untuk memberantas para manusia-manusia labil, galau, salah arah, malas, dan uring-uringan .

Selain Pak Mario yang super , ada juga Mr. Tung Desem Waringin, Andre Wongso, dan beberapa lagi yang berprofesi seperti itu. Mengajak orang untuk bersemangat, bangkit dari kegalauan, berani bermimpi dan kemudian mewujudkan mimpi itu. Orang-orang pun berbondong-bondong mendengar tausiahnya, menyukai fenpejnya (baca : fan page), memfollow twiternya, membeli bukunya, menyimak acaranya, manggut-manggut, ikut teriak “super!” tapi tidak paham. Setelah mendapat suntikan motivasi dari mereka, orang-orangpun bersemangat. Seolah-olah hujan badai, lautan api, berondongan peluru bahkan serangan monster jaha, kecil saja bagi galauer yang baru saja menelan pil super dari pak Mario dan temen-temennya.

Tapi, itulah tadi. Semangat kita hanya seperti air soda. Kita menjadi keren setelah mendapat guncangan-guncangan. Jwwwwuooooooooooos! Setelah itu lemah, lunglai, lemas, lesu, letih, dan loyo. Yang tadinya berasa menggigit, kemudian cuma jadi berasa air gula. Berasa air sirup, dan berasa air kola. Padahal kata dokter gigi, air soda bisa menyebabkan oesteoporosis. Lebih bagus susu. Tapi sayang, susu tidak ‘sebergairah’ air soda. Penampilannya sederhana.Dan ketika botol dibuka, tidak ada reaksi. Diam tak bergerak.

Bagaimanapun juga, kita tetap membutuhkan orang-orang seperti Mario Teguh, untuk mengingatkan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Walaupun kita tidak menyukai air soda. Dan seperti pesan dokter gigi, banyak-banyak minum susu, dan cuci kaki sebelum tidur karena mungkin tadi pagi kita menginjak kotoran ayam.

Sudah dulu ya postingan kali ini, aku harus segera ke warung sebelah mencari soda susu. Dan untuk Pak Mario Teguh, sukses dan Salam Super!

Tempur Supinsil Ganteng (spesialis note gak nyambung)

Kamis, Januari 05, 2012

Alvin Ho dan Farah Quinn yang mumumumumu…




Seandainya saja tidak ada sekolah, aku pasti tidak akan punya masalah. Aku akan menggali lubang setiap hari. Aku akan bermain lempar-tangkap bola dengan GungGung.

Aku akan menonton acara memasak. Aku akan mengamati berbagai hal. Semuanya pasti fantastis!

Kalimat diatas aku kutip dari novel berjudul Alvin Ho. Di tulis oleh Lenore Look dan di beri ilustrasi oleh LeUyen Pham .

Novel itu aku beli kira-kira bulan puasa sebelum puasa kemarin. Disitu diceritakan tentang seorang anak yang alergi pada sekolah.

Tapi aku gak akan cerita tentang novel itu. Aku hanya ingin menarik dua hal dari kalimat paragraph pertama di atas.

Pertama tentang sekolah, betapa sekolah sudah menjadi sedemikian horor bagi anak-anak. Disuguhi materi yang buwanyak. Disuruh bawa buku buwanyak . PR buwanyak Disuruh menghapal buwanyak. Bayarnya juga buwanyak.

Disamping horor-- dalam bagian ini, kupikir level film Suzana gak ada apa-apanya. Sekolah juga sudah menjadi seperti pabrik. Disana para murid dikondisikan untuk menjadi seperti maunya guru. Dan Ide konyol yang dinamakan kurikulum. Nanti lulusannya juga seperti itu. Yang tidak sesuai dengan standar sekolah dan guru-guru, di reject. Terus dianggap bodoh. Terus dicap idiot. Terus dicap lemah otak. Dan sebagainya-dan sebagainya. Dalam posisi ini, aku bertanya apakah orang-orang yang menyusun aturan konyol yang mereka sebut kurikulum atau siapapun saja yang punya kewenangan didalam kementerian pendidikan berpikir bahwa setiap anak adalah berbeda? Bahwa berbeda pula cara penanganannya? Anak-anak bukan potongan besi, karet, atau apapun saja yang kalau dibentuk dengan prosedur, aturan, komposisi dan ukuran yang sama akan menjadi barang yang sama?

Oke, sampai pada paragraph di atas masihkah kalian menitipkan anaknya ke sekolah-sekolah yang menjajah kreatifitasnya? Masihkah kalian mengharapkan anak kalian mendapat rangking satu dikelasnya?

Kalau hari ini masih ada guru yang memberi peringkat satu, dua, tiga, atau seterusnya, kupikir sudah saatnya ijazahnya perlu diraba dan diterawang, jangan-jangan palsu, atau segera ke laut. Kenapa? Karena dengan kapasitasnya itu, dia hanya bisa menghasilkan satu, dua atau tiga anak pintar dikelasnya. Dan sisanya mendapat stempel ‘bodoh ‘ di jidat mereka. Kupikir ini sebuah tragedi nasional.

Kedua, acara memasak. Inilah acara paling mumumumumumu… yang pernah ditayangkan di televisi. Daripada sinetron yang jelas-jelas tanpa patron atau berita yang isinya seolah-olah di skenariokan beritanya.

Aku pernah curiga kalau tiap tiga bulan sekali petinggi televisi berkumpul untuk membicarakan isu yang bisa dijual tiga bulan ke depan. Kemudian disimpulkan berita bulan ini kasus ini, bulan depan ini, bulan depannya lagi itu. Infotainmen juga seperti itu.

Tapi kalau acara memasak, ada segudang menu yang bisa ditampilkan. Karena Indonesia, surganya kuliner endang bambang gulindang, maknyus dan top markotop.

Kata-kata tadi sering diucapkan oleh bapak Bondan Winarno, seorang lelaki yang mempunyai pekerjaan paling keren sedunia. Memprovokasi umat untuk mencoba makanan yang beliau makan ditelevisi. Apapun yang dimakan, entah itu nasi jagung, jus mengkudu, atau bahkan makanan eropa, beliau bisa mendekripsikan rasanya sedemikian rupa sehingga kita terprovokasi untuk mencobanya.

Selain pak Bondan, kita juga mengenal Bara Pattiradjawane, William Wongso, Ibu Sisca Suwitomo, yang bertahun-tahun mengasuh acara memasak di Indosiar, Rudi Choirudin, dan beberapa lagi yang tidak aku ingat. Serta satu lagi yang paling fresh, Farah Quinn.

Tapi aku rasa kalau aku ngomongin Farah Quinn, kalian pasti menuduhku tidak adil. Karena dari nama-nama chef dan presenter acara memasak yang saya sebutkan tadi, Farah Quinnlah yang paling unyu.

Kalau pak Bondan bilang maknyus untuk menyebutkan betapa menggergajinya masakan itu dilidahnya, Farah Quinn akan bilang yummy. Farah Quinn mempunyai satu acara di Trans TV yaitu Ala Chef. Dimana dia akan berkeliling Indonesia untuk memadukan resep Eropa dengan resep lokal. Memasak di alam terbuka (catet : alam terbuka! Bukan baju terbuka. Jangan ngeres deh!) ditemani penduduk setempat, kemudian dimakan rame-rame menu yang dimasak tadi. Rasanya? Tanyalah penduduk yang pernah diajak makan Farah Quinn.

Oke, aku selalu ingin banyak libur untuk menonton acara memasak. Siapapun presenternya.

Dear diary, ehm..

Aku menyebut tulisan ini jurnal. Bukan diaryl. Karena kalau diary, pasti akan ada bunga-bunga merah muda dan ada kolase poster personil s**sh di sana sini. Dan aku yakin mata kalian akan diare kalo aku menulis diary pink. Tapi ya sudahlah, kalopun postingan kali ini gak ada manfaatnya buat kalian, setidaknya ada manfaat untuk mulai mengisi blogku di awal tahun ini.

Tempur Supinsil,

Lelaki bodoh penggemar Farah Quinn, ups, acara memasak!

Senin, Januari 02, 2012