Senin, November 14, 2011

Aku, Hitler dan Narsisme



Setelah aku mencapai umur yang cukup untuk disebut tua kemarin, aku kembali menemukan sebuah kemungkinan yang selama ini “bukan aku banget”.

Oke, mungkin nanti kalau aku menjadi seseorang yang “penting”, aku akan membentuk sebuah kementerian atau apa gitu untuk mendukung sesuatu yang “bukan aku banget” tadi.

Sebenarnya ini adalah gejala umum yang dimiliki hampir semua orang yang mempunyai akun di jejaring sosial. Entah itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Tak peduli apakah dia Bapak-bapak gendut, ABG labil, atau ibu-ibu cantik, Ia adalah sesuatu yang kita sebut sebagai narsisme.

Aku terlahir sebagai Photoshopgenic. Catet, bukan fotogenik. Artinya fotoku akan kelihatan bagus jika ada sedikit utak-atik di program photoshop. Makanya aku jarang sekali memajang fotoku di semua akun jejaring sosial yang aku punya.

Pertama aku sudah menandatangani kontrak juataan dollar dengan sebuah tabloid. Hanya kepada mereka aku boleh mempublikasikan foto-fotoku ( :D, aku bohong lagi kan?)

Kedua, Roy Suryo pasti tidak akan tinggal diam melihat fotoku mejeng di dunia maya. Dengan kapasitasnya sebagai pakar telematika, dia pasti dengan gegap gempita akan menganalisa fotoku dari berbagai sudut pandang. Resolusinya-lah, cahayanya-lah, kapan diambil, di mana, ke mana, dimana (Roy Suryo berubah jadi Ayu ting-ting). Belum lagi kalau tiba-tiba infotainment mengejar-ngejar aku? Bisa-bisa profesiku sebagai superhero akan bocor dan diketahui publik. :D

Ngomong-ngomong soal narsisme dan “kementerian” yang akan aku bikin kelak, sebenarnya hal ini sudah pernah menimpa Hitler, maksudku Hitler, ya Hitler, bukan sodaranya. Si kumis Jojon ini, mempunyai sebuah kementerian yang diberi nama Reichsministerium fur Volksaufklarung und Propaganda atau Propaganda Ministerium, Kementerian Propaganda, yang dibentuk pada 13 Maret 1933 dengan menterinya DR Josef Goebbels.

Goebbels bertanggung jawab terhadap pencitraan partai Nazi. Atau dengan kata lain, dia harus bertanggung jawab terhadap kenarsisan sang bos.Di bawah kepemimpinannya, Ideologi Nazi menjadi sesuatu yang sangat berpengaruh ketika itu. Koran, poster, radio, dan berbagai karya seni menjadi ajang propaganda yang yahud. Bahkan film propaganda yang mendokumentasikan kongres Partai Nazi di Nurenberg yang diberi judul Triumph of Will dan disutradarai oleh Berta Helene Amalie Riefenstahl, menjadi salah satu film propaganda terbaik sampai saat ini.

Bicara pencitraan, rasanya bukan hanya Hitler dan aku saja. Setiap manusia selalu ingin dianggap hebat di depan pasangan, bos, tetangga, teman-teman atau bahkan rakyatnya. Banyak cara untuk bisa aku gunakan sebagai bentuk pencitraan diriku yang keren, ganteng dan memesona. Tapi yang jelas bukan dengan bernyanyi atau membuat album. Pertama, aku tidak bisa main gitar, kedua suaraku benar-benar menggergaji (dalam arti harfiahnya) : grok, grok, srek, srek. Ya, suaraku serak-serak beychek gak ada oyjek gitu deh. Boro-boro laku kasetnya, tidak dimassa orang sekampung saja sudah harus disyukuri sungguh-sungguh.

Kita mungkin mengutuk fasisme dan rasisme, tapi kita memuja Narsisme . Barangkali sudah saatnya muncul saingan National Geographic, yaitu majalah National Nartistic. Ada yang berminat nampang di sampulnya?

Tidak ada komentar: