Selasa, November 22, 2011

Subcomandante Marcos rebel dan Supinsil gembel



foto dari ookaboo.com


“sudah kubilang, kau jangan pigi bepulitik’ (komentar seseorang yang bernama semacam memorandum of understanding)

Mohon maaf kalau dua postinganku kali ini tentang tokoh politik, yang satu narsis, yang satu lagi keren.

Aku melihatnya pertama kali sekitar tahun 2008. Lewat Koran Tempo. Sosoknya waktu itu benar-benar membuatku seakan ingin berjingkrak-jingkrak, lompat-lompat salto, guling-guling dan koprol sekaligus. Betapa tidak, sesosok legenda hidup kaum rebel yang masih eksis sampai sekarang.

Bebaju lengan panjang warna coklat, jam tangan swiss army, topeng balaklava (semacam topeng ninja atau topeng maling di sinetron-sinetron Indonesia gitu), sepatu tentara, bertopi mirip Mao Tse Tung, pipa cangklong, head phone yang tersambung ke telepon satelit, amunisi melingkar seperti Rambo, syal merah yang terselempang di leher, berkuda, kemana-mana selalu membawa ayam jago, dan ini bagian yang paling keren—ranselnya penuh dengan novel.

Dialah pemimpin EZLN, Tentara pembebasan Nasional Zapatista. Menyebut dirinya Subcomandante Marcos. Entahlah siapa sebenarnya lelaki dibalik topeng balaklava itu. Sampai saat ini ia tidak pernah mau membuka topengnya kepada siapapun. Misterius sekaligus nyentrik. Rebel sekaligus flamboyan.

Dunia mengenalnya sejak 1 januari 1994. Bertepatan dengan diberlakukanya perjanjian kawasan perdagangan bebas Amerika utara (NAFTA) yang ditandatangani AS, Kanada dan Meksiko, ia memimpin sekitar tiga ribu suku Indian Maya untuk memberontak dan menyatakan perang pada pemerintah Meksiko atas keikutsertaannya pada perjanjian tersebut. Sebab dikhawatirkan dengan ikut sertanya Meksiko dalam perjanjian itu, rakyat miskin akan semakin miskin akibat membanjirnya hasil pertanian impor. Seperti jagung, kedelai dan padi. Belakangan terbukti dengan dibukanya kran NAFTA, harga jagung petani Meksiko terjun jatuh, tertimpa tangga, ketumpahan cat dan ketabrak motor. Bonyok pangkat delapan belas. Lebay? Memang.

Oke, aku tidak akan turut campur dengan ideologi El Sup, panggilan khas Subcomandante Marcos (bukan El Supinsil :D). Seperti kata temanku di atas, aku tidak sedang pigi bepulitik, aku hanya sedang mengapresiasi sepak terjangnya yang sungguh menggergaji. Betapa tidak, bedil yang dia sandang mungkin sudah karatan karena sudah lama ditanemin anggur (baca : nganggur), amunisi yang dia sandang mungkin sayang untuk dia gunakan menembak. Ia lebih suka menggunakan pena (tulisan) untuk memperjuangkan kaumnya,suku Indian miskin dan papa di Chiapas, Meksiko sana.

Ia memberitahu kepada dunia melalui cerpen-cerpennya, puisi-puisinya dan juga esai-esainya yang dimuat di koran-koran Meksiko. Pemikiran-pemikirannya bergaung dari pedalaman hutan Lacondon sampai ke seluruh dunia. Nuestra Palabra Es Nuestra Arma, kata adalah senjata. Dengan kata-katanya ia menggempur setiap sudut dan sisi kemanusiaan siapapun yang membaca tulisam-tulisannya.

Dari citranya yang fotogenik, segera saja dia menjadi ikon perjuangan semacam foto Che Guevara yang kemudian disablon di kaos-kaos, gantungan kunci, stiker, dan stensil di tembok-tembok.

Dia membaca sekaligus menulis. Banyak pembaca yang enggan menulis. Seperti aku. Aku mungkin pembaca yang lahap, tapi penulis yang cemen. Aku lelet, bahkan hanya untuk sekedar menulis kegiatan sehari-hari. Hey supinsil, tulisanmu jelek, siapa yang mau baca? Itulah kata-kata setan burik yang mangkal di otakku. Padahal, sedikit banyak menulis itu sangat baik untuk kesehatan. Percayalah, seumur-umur aku belum pernah ke dokter gigi.

Karena aku belum pernah ke dokter gigi, kalian pasti bingung ya baca postinganku kali ini? Baiklah, aku hanya ingin mengatakan bahwa Subcomandante Marcos sangat keren (paling tidak dari kacamataku, bohong, karena aku belum pernah ke dokter mata). Pertama, ia pejuang keren dan tanpa pamrih. Bagaimana mau pamrih, ia sendiri ngumpet. Dan bilang “ Sub comandante Marcos hanyalah sebuah symbol bagi perlawanan masyarakat adat”. Kedua, sosoknya itu lho, ikonik banget. Seperti Che Guevara, Yasser Arafat, Geronimo, Sudirman, Sukarno atau siapapun saja yang begitu gigih memperjuangkan apa yang diyakininya benar.

Mungkin nanti Supinsil juga demikian.Untuk itu ia sudah mempersiapkan foto terbaiknya, barangkali ada yang mau menjadikannya kaos, gantungan kunci? tapi apa yang diperjuangkan Supinsil? Menulis saja sampai saat ini hanyalah caranya untuk bersenang-senang. Judul gak nyambung, tidak ada kesinambungan antar paragraph, dan terlalu narsis. Paling-paling memperjuangkan kenaikan gaji dan royalti yang gak turun-turun.

“Kata adalah senjata” : Subcomandante Marcos

Sudah.

Tidak ada komentar: