Rabu, November 16, 2011

Hari minggu yang menggergaji


Minggu, 13 Nopember…

Hari itu aku awali dengan bangun cukup pagi, setelah sholat subuh, aku bangunkan Gibran. Biasanya kalau dibangunkan pagi-pagi, ia akan marah-marah, tapi karena semalam aku janjikan bersepeda hari ini, dengan semangat Ben 10, ia bangun kemudian minta mandi. Mau mandi sama ayah katanya, kan cowok harusnya mandinya sama cowok, yeah padahal sehari-hari yang mandiin juga bundanya.

Sesudah mandi, aku keluar mengambil kunci gembok, membuka gerbang dan kembali masuk ke dalam mengambil sepatu. Gibran sudah di luar, menunggu tak sabar.

Tiba-tiba dia teriak-teriak gak jelas. Heboh. Aku yang sedang memasang tali sepatu menengok kaget. Rupanya dia sedang ditunggui dua ekor anjing tetangga segede ‘dinosaurus gajah ‘. Aku berbalik kemudian aku usir kedua ekor anjing iseng itu. Yang diusir anjingnya, bukan cuma ekornya :D.

Gibran ngamuk-ngamuk, pukul-pukul ke aku. Sebab sambil mengusir anjing itu, aku tertawa geli. Entahlah, dia pikir ayahnya menyanyi diatas penderitaan orang lain (perasaan tadi tertawa deh, bukan menyanyi).

Kami bersepeda ke jalan raya. Wuih rame bukan main. Ada penjual burung, lukisan, pecel, boneka shaun the sheep, kelinci, hamster, anak ayam warna-warni, ada juga ibu-ibu montok asyik senam, abg labil lari pagi tapi jalan kaki, keluarga bahagia yang muter-muter cari sarapan, plus bapak-bapak yang bersepeda. Gibran merengek minta dibelikan kelinci, burung, ikan, anak ayam warna-warni (plis deh, tadi kan cuma minta naik sepeda doang)

Setelah lelah, kamipun pulang. Gibran menaruh sepeda roda empatnya, aku taruh sepeda downhillku yang hampir dua tahun aku abaikan. Aku buka Kompas Minggu yang aku beli tadi di abang-abang Koran, Panji Koming, Mice Cartoon, Sukribo, Timun, pokoknya pojok kartun yang pertama aku lihat. Kemudian baru rubrik griya atau apa gitu, pokoknya tentang rumah para pesohor atau orang-orang penting negeri ini.

Gibran main balok, aku lanjutkan membaca novel kartun (menurut penulisnya) ‘Diary Bocah Tengil” karangan Jeff Kinney, aku sudah baca buku pertama, dan kelimanya, ini yang keempat, yang kedua dan ketiga belum punya. Kalian harus baca deh. Berisi ketololan dan kesialan seorang bocah SMP yang polos, pengen dewasa, tapi masih terlalu nurut. Penuturan yang mengalir, lancar, kocak dan menggergaji. Anakku masih main balok. Dia bikin transformer. Aku masih baca. Anakku masih main balok (plis deh, kan udah ditulis, gak cape apa ngetiknya?)

Istriku di dapur. Aku rekues kopi. Gibran tak mau kalah. Tadinya dia pengin kopi juga, tapi akhirnya dia rekues teh manis. Pesanan dating, kopi, tahu bullet, ubu goring, menjadi sarapan yang cukup menggergaji. Kemudian kami bertiga teriak buncisssssss!!! Sambil pose imut. Sayang gak ada yang memfoto.

Setelah keringat perlahan kering, aku dan Gibran mandi lagi. Karena kami harus segera dating ke acara pernikahan salah satu guru Laskar Semut. Tapi sebelumnya aku ke rumah mertua untuk mengambil beberapa eksemplar majalah Concept. Pas mau berangkat kondangan, hujan turun deras banget. Yaudah deh kita menunggu. Sesampai di tempat hajatan, hujan turun lagi. Kami menikmati hidangan dengan ditemani petir dan hujan yang menggelegar (lebay banget deh)

Sesi poto-poto bersama mempelai tiba. Wah jadi aneh, yang lain ibu-ibu cantik. cuma aku yang bapak-bapak narsis. Yaudah deh. Sepanjang sesi poto (plis deh, kan cuma dua jepretan) mulutku gatal ingin teriak buncissss… tanganku gwuatel pengen mengacung metal atau piss, tapi aku sadar ini dimana. Ya udah, cuma Gibran yang teriak buncisss. Kamipun pulang, masih ada kondangan satu lagi.

Tempat pesta yang ini adanya di pinggir danau. Maunya sih keren, tapi danaunya sudah sudah gak keren lagi. Ditambah hiburannya dangdut. Kalian tahu lagunya apa? Anda benar. Alamat palsunya Ayu Tingting membahana. Disini gak ada acara poto-poto. Buncis? Nanti dulu deh.

Karena Gibran sudah kelihatan mengantuk, kami pulang. Minum susu, kemudian tidur siang. Sehabis Dzuhur, aku juga tidur siang. Masih ada dua agenda lagi. Pertama, mau nengok Bu Pyta, mamanya Nandif. Lagi kurang sehat katanya. Terus sorenya diundang pengajian . Mantan wali murid istriku pindah rumah.

Tapiiii, hujan turun lagi. Gibran masih tidur. Acara nengokin mama Nandif gagal. Pengajian, gagal juga.

Akhirnya maghrib tiba. Hujan masih rintik-rintik. Kami makan malam sehabis maghrib. Rencana mau gambar. Tapi kemudian hujan benar-benar berhenti.

Demi mendengar hujan berhenti, Gibran pengen naik sepeda lagi. Ya udah, akhirnya aku kembali naik sepeda keliling komplek. Mengantar Gibrann nyamperin (bahasa Indonesianya apa ya) temen-temennya. Sambil mengabsen satu-satu. Arif, Azzam, Billy, Alex, Sechan, Key-key. Tapi dingin-dingin begini siapa yang mau keluar main sepeda malam-malam?

Aku beritahu, kalau kalian tinggal di Citra raya dan melihat bapak-bapak labil naik sepeda beriringan dengan seoarang anak kecil yang mengayuh sepedanya kuwenceng banget, itu pasti aku.

Oke, sekian dulu catetan garing nan gak jelas ini. Selamat menempuh hidup baru buat mbak Atik Sunarti dan mas Choirul, dan buat bu Pyta, cepet sembuh ya…

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Sayah gari maca.......
Sa'atnya bilang.....


.......buuuuuunnnncccccciiiiisssss.......